BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perpolitikan di tanah air bagaikan sebuah medan perang
bagi aktor-aktor intelektual politik dimana sebuah permainan strategi, psikologi dan mental. Sebuah pemerintahan
seharusnya bersifat inklusif, tetapi tidak dengan bagi-bagi kursi, dalam
sistem demokrasi yang multi partai ini, bentuk pemerintahan yang tepat adalah
pemerintahan yang inklusif. Pembagian kekuasaan yang diterapkan seharusnya
bersama-sama dengan menjalankan roda pemerintahan termasuk berbagi tugas dan
tanggung jawabannya. Pemerintahan yang inklusif, tidak
menutup kemungkinan kerja sama yang lain. Namun, jangan sampai dagang sapi yang
hitung-hitung kursi dan posisi, berapa menteri ini itu. Hal tersebut tidak baik
bagi pembelajaran politik untuk masyarakat. Rakyat berikan mandat ke partai
politik bukan untuk itu. Jika semua partai mau bersama mengelola dan
menjalankan negara dan roda pemerintahan dengan niat baik, maka akan tercipta
sebuah koalisi yang tulus dan akan bertahan sampai akhir dengan kata lain tidak
cerai ditengah jalan, kebersamaan ini akan bagus dalam membangun koalisi yang
kokoh. Koalisi harus diawali dengan niat baik untuk membangun kerja sama yang
baik.
Kalau kita pernah menjual-belikan sapi khususnya di daerah Sumatera Barat,
maka kita akan mengetahui bahwa ada hal yang unik pada saat 2 orang
bertransaksi dalam memperjual belikan sapi. Kedua orang tersebut melakukan
proses tawar-menawar hanya dengan bersalaman, sambil menutup tangan mereka
dengan menggunakan kain sarung tanpa berkata-kata. Hanya sesekali mereka
menggelengkan kepala atau mengangguk sebagai sebuah tanda setuju atau tidak
setuju dengan penawaran yang diberikan. Sebenarnya pihak pembeli dan penjual
sapi yang tengah bertransaksi sedang melakukan negosiasi, namun hal ini mereka
lakukan hanya dengan isyarat tangan mereka yang ditutupi oleh kain sarung
tersebut, sehingga tidak ada satu orang pun disekeliling mereka yang tau apa
yang sedang mereka lakukan dalam proses transaksi itu.
Jika proses perdagangan sapi ini kita kaitkan dengan masalah politik,
tentu saja istilah “Politik Dagang Sapi” ini bisa artikan sebagai menjalin
sebuah kesepakatan antar pelaku (partai) politik yang tidak diketahui oleh
orang lain di luar kelompok tersebut. Tentunya hal ini sangat
bertentangan dengan prinsip keterbukaan dan transparansi, khususnya dalam
kancah politik kenegaraan. Dalam bahasa yang lebih singkat sebuah
transaksi politik demi kepentingan kekuasaan. Bayangkan, bagaimana bisa sebuah kesepakatan yang mungkin dapat
mempengaruhi hajat hidup orang banyak, dilakukan secara diam-diam dan hanya
untuk memberikan keuntungan antar sesama kelompok yang terkait? Padahal
kelompok tersebut sangat bertanggung jawab pada kesejahteraan masyarakat di negeri ini. Politik transaksional seperti ini seakan ‘dilegalkan’ dalam
sistem demokrasi saat ini, karena dianggap sebagai konsekwensi dari biaya
politik yang harus dibayar ketika ingin masuk dalam kancah pesta
demokrasi. Kita sudah bisa membayangkan, kebijakan yang lahir dari
pemerintahan ke depan bukanlah untuk kepentingan rakyat tapi lebih banyak untuk
kepentingan elit-elit politik. Kalau semua masuk dalam koalisi, jangan berharap
akan muncul partai yang serius mengkritisi kebijakan yang salah. Persoalannya,
bukanlah lagi, salah benar tapi untung atau rugi buat elit partai yang
bersangkutan tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1)
Apa itu politik dagang
sapi ?
2)
Apa yang menyebabkan
terjadinya politik dagang sapi ?
3)
Siapa saja yang sering
terlibat ?
4)
Kasus politik dagang
sapi di Indonesia ?
5)
Apa pandangan
Pancasila terhadap politik dagang sapi ?
6)
Apa dampak negatif
politik dagang sapi ?
7)
Bagaimana cara
mengantisipasi politik dagang sapi ?
8)
Bagaimana cara
meminimalisir terjadinya budaya politik dagang sapi ?
C.
Tujuan
1)
Mahasiswa mengetahui apa itu “politik dagang sapi”
2)
Mahasiswa mengetahui
penyebab terjadinya politik dagang sapi
3)
Mahasiswa mengetahui siapa saja pelaku politik dagang sapi
4)
Mahasiswa mengetahui kasus politik dagang sapi yang terjadi
di Indonesia
5)
Mahasiswa mengetahui cara mengantisipasi
politik dagang sapi
6)
Mahasiswa mengetahui cara meminimalisir
terjadinya budaya politik dagang sapi
D.
Manfaat
1)
Mahasiswa mampu menjelaskan apa itu politik dagang sapi
2)
Mahasiswa mampu mengidentifikasi apa saja penyebab politik
dagang sapi
3)
Mahasiswa mengetahui cara mengantisipasi
politik dagang sapi
4)
Mahasiswa mengetahui cara meminimalisir
terjadinya budaya politik dagang sapi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Mungkin kita sering mendengar di berbagai media istilah “politik dagang
sapi”. Namun, tahukah kita dari mana istilah itu berasal? Di tahun 70-an,
menurut Alwi Shahab. Indonesia menjadi eksportir sapi. Pada saat itu
perdagangan sapi sangat marak sekali di pasar-pasar. Karena pada perdagangan
lazim saja terjadi tawar-menawar, muncullah istilah politik dagang sapi. Secara
sederhananya, politik dagang sapi artinya politik yang (disusupi) jual-beli
“kepentingan”. Reputasi
politik yang buruk, dalam istilah populer di Indonesia, diringkus dalam kata
“dagang sapi.” Inilah penjabaran dari definisi purba tentang politik: siapa
dapat apa, kapan, dan bagaimana caranya. Politik itu ibarat dagang sapi, di
mana negosiasi, tawar-menawar, dan kompromi menjadi bahasa pengantarnya.
Tukar-menukar material, juga seks menjadi mata uangnya. Politik dagang sapi juga biasa disebut politik transaksional. Deskripsi
sederhananya ialah berupa perjanjian politik antar beberapa pihak dalam usaha
menerima serta memperalat kekuasaan. Politik transaksional cakupannya sangat
luas, bisa menyentuh seluruh aktivitas politik. Bukan hanya Pilpres, ini juga terjadi di Pileg, Pilkada, saat pengambilan kebijakan penguasa.
Penyebab terjadinya politik dagang sapi
diakibatkan oleh ketidakpuasan seseorang yang mempunyai kekuasaan dan mempunyai
kesempatan untuk melakukan perbuatan tersebut. Banyak pejabat di Indonesia yang
terlibat kasus politik dagang sapi, Sebagai contoh pada
kasus kabinet Indonesia bersatu Jilid 2. Ketika Golkar mendadak menjadi koalisi
instan meski tidak ikut mengangkat SBY ke R1 satu. Upaya ini juga coba
ditujukan kepada PDIP meski gagal, ketika Demokrat mencoba meminang Puan
Maharani menjadi Menteri.
B.
Pandangan Pancasila terhadap politik dagang sapi
Praksis politik yang makin menjauh dari keadaban politik, harus diakui,
merupakan dampak dari krisis penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila.
Sebagai pandangan hidup berbangsa, penghayatan atas Pancasila telah menurun
drastis, baik di kalangan masyarakat maupun aparat
pemerintah. Kondisi demikian menjadi kian parah karena sistem pendidikan kita
tidak mengajarkan Pancasila dalam aktivitas dan kehidupan sehari-hari. Penelitian Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada di 10 kota besar
di Indonesia, yang dilakukan sepanjang 2011 – 2013, menunjukkan adanya
keterputusan pendidikan Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup. Sistem
pendidikan yang tidak mengajarkan dan memperkenalkan Pancasila sebagai
pandangan hidup, menyebabkan banyak pelajar dan mahasiswa tidak memahami apa
dan bagaimana Pancasila diterapkan dalam kehidupan. Dalam kehidupan politik, di antara bentuk tergerusnya Pancasila adalah
menguatnya politik dagang sapi. Politik transaksional semacam ini mengedepankan
individualisme, kepentingan kelompok, dan karena itu mengabaikan hajat hidup
orang banyak. Sebuah praksis politik yang dilandasi keserakahan, menepikan prinsip keadilan dan pemerataan, serta melunturkan nilai-nilai luhur
yang bisa mengantarkan bangsa ini menuju kemakmuran.
Melunturnya nilai-nilai luhur tersebut tak bisa dilepaskan dari menguatnya
liberalisasi politik, penghapusan Pancasila sebagai satu-satunya asas
organisasi, serta desentralisasi dan otonomi daerah yang turut memperkuat
semangat kedaerahan. Sebagai penggali Pancasila, Soekarno dengan jelas
mempertentangkan antara Pancasila dan liberalisme. Hak perseorangan atau
pribadi, merujuk pada Pancasila, dapat dikurangi demi kepentingan umum. Dalam Pidato 1 Juni 1945, Bung Karno menegaskan bahwa Pancasila adalah
antitesis dari individualisme tertutup ala liberalisme. Pancasila bahkan bisa
diringkas dalam satu frasa, yakni gotong royong, di mana semua orang mau
menyingsingkan lengan baju agar kepentingan bersama terpenuhi. “Bahwa gotong
royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama,” tegas Bung
Karno.
C.
Dampak Negatif Politik
dagang sapi
Pertama: Menciptakan Pemimpin transaksional. Kepala negara model ini
teramat doyan mengambil kebijakan-kebijakan berdasar transaksi-transaksi
politik, baik itu transaksi dengan pemilik modal, kolega politik, maupun pihak-pihak
lain. Alhasil implementasi kebijakan dari penguasa ini banyak yang tidak
berpihak kepada rakyat. Seperti kebijakan liberalisasi migas, penjualan aset
negara, dsb.
Kedua: Memunculkan pejabat yang tidak berintegritas. Banyak
pejabat-pejabat yang sejatinya tidak layak menduduki jabatan tetapi terpilih
karena didorong adanya politik transaksional. Hasilnya seperti terlihat dari
evaluasi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan
(UKP4) di tahun 2012, yang telah diserahkan kepada Presiden, banyak lembaga
Kementrian yang kinerjanya mendapat raport merah. Terlepas adanya indikasi
motif politik dari lembaga kepresidenan tersebut, namun secara kasat mata
terlihat kinerja para menteri tidak memberikan perubahan yang signifikan bagi
kesejahteraan dan kemajuan masyarakat.
Ketiga: Menjadikan lemahnya penegakan hukum. Governance World Bank (GWB)
tahun 2011 sempat membeberkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia. GWB
menyoroti kinerja pemerintah dari beberapa kasus seperti penanganan Bank
Century, Cicak-Buaya, mafia hukum seperti suap para hakim, Lumpur Lapindo yang
disinyalir ada politik saling sandera, dsb. Ini juga merupakan efek dari adanya
politik transaksional.
Keempat: Marak korupsi. Lemahnya penegakan hukum akibat politik
transaksional tersebut menjadikan korupsi kian marak. Hari demi hari masyarakat
selalu disuguhi pemberitaan korupsi para pejabat negeri ini. Sistem hukumnya
sendiri yakni sistem kufur demokrasi juga sudah lemah dari lahirnya sehingga
mustahil dapat mengatasi persoalan ini. Ketika kekuasaan dalam politik sekuler
ini memerlukan kemampuan finansial yang mumpuni untuk membiayai
transaksi-transaksi politik, implikasinya mereka akan terus berusaha untuk
mencari balik modal.
D.
Upaya Pencegahan dan Penanganan Politik dagang sapi
Hari kelahiran Pancasila yang kita peringati awal Juni lalu menyisakan
sekurang-kurangnya satu pertanyaan mendasar. Sudahkah nilai-nilai Pancasila
dijadikan pijakan dan sumber moralitas politik dalam ikhtiar membangun politik
berkeadaban di negeri ini?. Belakangan ini, seluruh perhatian dan energi
politik bangsa ini nyaris tertuju pada praktik politik kotor dalam beragam
bentuk kampanye hitam. Pada pemilu tahun lalu banyak politik yang menghalalkan
segala cara, berikut menguatnya sikap intoleran, bahkan sudah mulai mengemuka
sebelum pemilu legislatif digelar. Calon presiden Joko Widodo maupun Prabowo
Subianto, sama-sama menjadi sasaran kampanye hitam, yang tak lain ditujukan
untuk menyudutkan dan menjegal keduanya. Praksis politik yang makin menjauh
dari keadaban politik, harus diakui, merupakan dampak dari krisis penghayatan
terhadap nilai-nilai Pancasila. Sebagai pandangan hidup berbangsa, penghayatan
atas Pancasila telah menurun drastis, baik di kalangan masyarakat maupun aparat
pemerintah. Kondisi demikian menjadi kian parah karena sistem pendidikan kita
tidak mengajarkan Pancasila dalam aktivitas dan kehidupan sehari-hari.
Upaya yang harus dilakukan pemerintah
untuk mencegah terjadinya politik kotor diantaranya politik dagang sapi yaitu,
dalam system pendidikan harus mengajarkan dan
memperkenalkan Pancasila sebagai pandangan hidup, sehingga pelajar dan
mahasiswa memahami apa dan bagaimana Pancasila diterapkan dalam kehidupan.
Menerapkan kembali P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Sedangkan
penanganan yang harus dilakukan jika politik dagang sapi sudah terjadi adalah
dengan memberikan sanksi tegas dan terbuka bagi yang telah melakukan
pelanggaran tersebut. Ada sebuah pepatah “lebih
baik mencegah dari pada mengobati”. Oleh karena itu Warga Negara Indonesia harus benar-benar memahami isi dari kandungan pancasila, jangan hanya sekedar tau Pancasila. Dengan harapan
dapat mengamalkan isi dari butir-butir pancasila sehingga meminimalisir
terjadinya tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma. Dibawah ini merupakan isi dari butir-butir pancasila, resapi dan hayati
isinya, dan rasakan betapa “dalam” isinya.
1.
Ketuhanan Yang Maha
Esa
·
Bangsa Indonesia
menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
·
Manusia Indonesia
percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
·
Mengembangkan sikap
hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
·
Membina kerukunan
hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
·
Agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
·
Mengembangkan sikap
saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing.
·
Tidak memaksakan suatu
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2.
Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradab
·
Mengakui dan
memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
·
Mengakui persamaan
derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan
suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna
kulit dan sebagainya.
·
Mengembangkan sikap saling
mencintai sesama manusia.
·
Mengembangkan sikap
saling tenggang rasa dan tepa selira.
·
Mengembangkan sikap
tidak semena-mena terhadap orang lain.
·
Menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan.
·
Gemar melakukan
kegiatan kemanusiaan.
·
Berani membela
kebenaran dan keadilan.
·
Bangsa Indonesia
merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
·
Mengembangkan sikap
hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3.
Persatuan Indonesia
·
Mampu menempatkan
persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara
sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
·
Sanggup dan rela
berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
·
Mengembangkan rasa
cinta kepada tanah air dan bangsa.
·
Mengembangkan rasa
kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
·
Memelihara ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
·
Mengembangkan
persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
·
Memajukan pergaulan
demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4.
Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
· Sebagai warga negara
dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama.
· Tidak boleh memaksakan
kehendak kepada orang lain.
· Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
· Musyawarah untuk
mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
· Menghormati dan
menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
· Dengan i’tikad baik
dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
· Di dalam musyawarah
diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
·
Musyawarah dilakukan
dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
· Keputusan yang diambil
harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan
keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
· Memberikan kepercayaan
kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
5.
Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia
·
Mengembangkan
perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
·
Mengembangkan sikap
adil terhadap sesama.
·
Menjaga keseimbangan
antara hak dan kewajiban.
·
Menghormati hak orang
lain.
·
Suka memberi
pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
·
Tidak menggunakan hak
milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
·
Tidak menggunakan hak
milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
·
Tidak menggunakan hak
milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
·
Suka bekerja keras.
·
Suka menghargai hasil
karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
·
Suka melakukan
kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
BAB
III
KESIMPULAN
Politik dagang sapi artinya politik yang (disusupi) jual-beli
“kepentingan”. Sedangkan, deskripsi sederhananya
ialah berupa perjanjian politik antar beberapa pihak dalam usaha menerima serta
memperalat kekuasaan. Penyebab terjadinya politik dagang sapi
diakibatkan oleh ketidakpuasan seseorang yang mempunyai kekuasaan dan mempunyai kesempatan untuk melakukan perbuatan tersebut. Dampak Negatif Politik dagang sapi tersebut antara
lain menciptakan pemimpin transaksional,
Memunculkan pejabat yang tidak berintegritas, Menjadikan lemahnya penegakan hukum, serta Maraknya korupsi.
Upaya yang harus dilakukan pemerintah
untuk mencegah terjadinya politik kotor diantaranya politik dagang sapi yaitu,
dalam sistem pendidikan harus mengajarkan dan
memperkenalkan Pancasila sebagai pandangan hidup, sehingga pelajar dan
mahasiswa memahami apa dan bagaimana Pancasila diterapkan dalam kehidupan.
Menerapkan kembali P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Sedangkan
penanganan yang harus dilakukan jika politik dagang sapi sudah terjadi adalah
dengan memberikan sanksi tegas dan terbuka bagi yang telah melakukan
pelanggaran tersebut. Ada sebuah pepatah “lebih
baik mencegah daripada mengobati”. Oleh karena itu Warga Negara Indonesia harus benar-benar memahami isi dari kandungan pancasila, jangan hanya sekedar tau Pancasila. Dengan harapan
dapat mengamalkan isi dari butir-butir pancasila sehingga meminimalisir
terjadinya tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma
lalu bagaimana cara kita untuk meminimalisir terjadinya politik daging sapi untuk para generasi muda.. :-)
BalasHapus