Batman Begins - Help Select

Jumat, 05 Juni 2015

politik dagang sapi



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perpolitikan di tanah air bagaikan sebuah medan perang bagi aktor-aktor intelektual politik dimana sebuah permainan strategi, psikologi dan mental. Sebuah pemerintahan seharusnya bersifat inklusif, tetapi tidak dengan bagi-bagi kursi, dalam sistem demokrasi yang multi partai ini, bentuk pemerintahan yang tepat adalah pemerintahan yang inklusif. Pembagian kekuasaan yang diterapkan seharusnya bersama-sama dengan menjalankan roda pemerintahan termasuk berbagi tugas dan tanggung jawabannya. Pemerintahan yang inklusif, tidak menutup kemungkinan kerja sama yang lain. Namun, jangan sampai dagang sapi yang hitung-hitung kursi dan posisi, berapa menteri ini itu. Hal tersebut tidak baik bagi pembelajaran politik untuk masyarakat. Rakyat berikan mandat ke partai politik bukan untuk itu. Jika semua partai mau bersama mengelola dan menjalankan negara dan roda pemerintahan dengan niat baik, maka akan tercipta sebuah koalisi yang tulus dan akan bertahan sampai akhir dengan kata lain tidak cerai ditengah jalan, kebersamaan ini akan bagus dalam membangun koalisi yang kokoh. Koalisi harus diawali dengan niat baik untuk membangun kerja sama yang baik.
Kalau kita pernah menjual-belikan sapi khususnya di daerah Sumatera Barat, maka kita akan mengetahui bahwa ada hal yang unik pada saat 2 orang bertransaksi dalam memperjual belikan sapi. Kedua orang tersebut melakukan proses tawar-menawar hanya dengan bersalaman, sambil menutup tangan mereka dengan menggunakan kain sarung tanpa berkata-kata. Hanya sesekali mereka menggelengkan kepala atau mengangguk sebagai sebuah tanda setuju atau tidak setuju dengan penawaran yang diberikan. Sebenarnya pihak pembeli dan penjual sapi yang tengah bertransaksi sedang melakukan negosiasi, namun hal ini mereka lakukan hanya dengan isyarat tangan mereka yang ditutupi oleh kain sarung tersebut, sehingga tidak ada satu orang pun disekeliling mereka yang tau apa yang sedang mereka lakukan dalam proses transaksi itu.
Jika proses perdagangan sapi ini kita kaitkan dengan masalah politik, tentu saja istilah “Politik Dagang Sapi” ini bisa artikan sebagai menjalin sebuah kesepakatan antar pelaku (partai) politik yang tidak diketahui oleh orang lain di luar kelompok tersebut. Tentunya hal ini sangat bertentangan dengan prinsip keterbukaan dan transparansi, khususnya dalam kancah politik kenegaraan. Dalam bahasa yang lebih singkat sebuah transaksi politik demi kepentingan kekuasaan. Bayangkan, bagaimana bisa sebuah kesepakatan yang mungkin dapat mempengaruhi hajat hidup orang banyak, dilakukan secara diam-diam dan hanya untuk memberikan keuntungan antar sesama kelompok yang terkait? Padahal kelompok tersebut sangat bertanggung jawab pada kesejahteraan masyarakat di negeri ini. ‎Politik transaksional seperti ini seakan ‘dilegalkan’ dalam sistem demokrasi saat ini, karena dianggap sebagai konsekwensi dari biaya politik yang harus dibayar ketika ingin masuk dalam kancah pesta demokrasi. Kita sudah bisa membayangkan, kebijakan yang lahir dari pemerintahan ke depan bukanlah untuk kepentingan rakyat tapi lebih banyak untuk kepentingan elit-elit politik. Kalau semua masuk dalam koalisi, jangan berharap akan muncul partai yang serius mengkritisi kebijakan yang salah. Persoalannya, bukanlah lagi, salah benar tapi untung atau rugi buat elit partai yang bersangkutan tersebut.

B.     Rumusan Masalah

1)      Apa itu politik dagang sapi ?
2)      Apa yang menyebabkan terjadinya politik dagang sapi ?
3)      Siapa saja yang sering terlibat ?
4)      Kasus politik dagang sapi di Indonesia ?
5)      Apa pandangan Pancasila terhadap politik dagang sapi ?
6)      Apa dampak negatif politik dagang sapi ?
7)      Bagaimana cara mengantisipasi politik dagang sapi ?
8)      Bagaimana cara meminimalisir terjadinya budaya politik dagang sapi ?

C.     Tujuan

1)      Mahasiswa mengetahui apa itu “politik dagang sapi”
2)      Mahasiswa mengetahui  penyebab terjadinya politik dagang sapi
3)      Mahasiswa mengetahui siapa saja pelaku politik dagang sapi
4)      Mahasiswa mengetahui kasus politik dagang sapi yang terjadi di Indonesia
5)      Mahasiswa mengetahui cara mengantisipasi politik dagang sapi
6)      Mahasiswa mengetahui cara meminimalisir terjadinya budaya politik dagang sapi

D.    Manfaat

1)      Mahasiswa mampu menjelaskan apa itu politik dagang sapi
2)      Mahasiswa mampu mengidentifikasi apa saja penyebab politik dagang sapi
3)      Mahasiswa mengetahui cara mengantisipasi politik dagang sapi
4)      Mahasiswa mengetahui cara meminimalisir terjadinya budaya politik dagang sapi




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Mungkin kita sering mendengar di berbagai media istilah “politik dagang sapi”. Namun, tahukah kita dari mana istilah itu berasal? Di tahun 70-an, menurut Alwi Shahab. Indonesia menjadi eksportir sapi. Pada saat itu perdagangan sapi sangat marak sekali di pasar-pasar. Karena pada perdagangan lazim saja terjadi tawar-menawar, muncullah istilah politik dagang sapi. Secara sederhananya, politik dagang sapi artinya politik yang (disusupi) jual-beli “kepentingan”. Reputasi politik yang buruk, dalam istilah populer di Indonesia, diringkus dalam kata “dagang sapi.” Inilah penjabaran dari definisi purba tentang politik: siapa dapat apa, kapan, dan bagaimana caranya. Politik itu ibarat dagang sapi, di mana negosiasi, tawar-menawar, dan kompromi menjadi bahasa pengantarnya. Tukar-menukar material, juga seks menjadi mata uangnya. Politik dagang sapi juga biasa disebut politik transaksional. Deskripsi sederhananya ialah berupa perjanjian politik antar beberapa pihak dalam usaha menerima serta memperalat kekuasaan. Politik transaksional cakupannya sangat luas, bisa menyentuh seluruh aktivitas politik. Bukan hanya Pilpres, ini juga terjadi di Pileg, Pilkada, saat pengambilan kebijakan penguasa.
Penyebab terjadinya politik dagang sapi diakibatkan oleh ketidakpuasan seseorang yang mempunyai kekuasaan dan mempunyai kesempatan untuk melakukan perbuatan tersebut. Banyak pejabat di Indonesia yang terlibat kasus politik dagang sapi, Sebagai contoh pada kasus kabinet Indonesia bersatu Jilid 2. Ketika Golkar mendadak menjadi koalisi instan meski tidak ikut mengangkat SBY ke R1 satu. Upaya ini juga coba ditujukan kepada PDIP meski gagal, ketika Demokrat mencoba meminang Puan Maharani menjadi Menteri.

B.     Pandangan Pancasila terhadap politik dagang sapi
Praksis politik yang makin menjauh dari keadaban politik, harus diakui, merupakan dampak dari krisis penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila. Sebagai pandangan hidup berbangsa, penghayatan atas Pancasila telah menurun drastis, baik di kalangan masyarakat maupun aparat pemerintah. Kondisi demikian menjadi kian parah karena sistem pendidikan kita tidak mengajarkan Pancasila dalam aktivitas dan kehidupan sehari-hari. Penelitian Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada di 10 kota besar di Indonesia, yang dilakukan sepanjang 2011 – 2013, menunjukkan adanya keterputusan pendidikan Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup. Sistem pendidikan yang tidak mengajarkan dan memperkenalkan Pancasila sebagai pandangan hidup, menyebabkan banyak pelajar dan mahasiswa tidak memahami apa dan bagaimana Pancasila diterapkan dalam kehidupan. Dalam kehidupan politik, di antara bentuk tergerusnya Pancasila adalah menguatnya politik dagang sapi. Politik transaksional semacam ini mengedepankan individualisme, kepentingan kelompok, dan karena itu mengabaikan hajat hidup orang banyak. Sebuah praksis politik yang dilandasi keserakahan, menepikan prinsip keadilan dan pemerataan, serta melunturkan nilai-nilai luhur yang bisa mengantarkan bangsa ini menuju kemakmuran.
Melunturnya nilai-nilai luhur tersebut tak bisa dilepaskan dari menguatnya liberalisasi politik, penghapusan Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi, serta desentralisasi dan otonomi daerah yang turut memperkuat semangat kedaerahan. Sebagai penggali Pancasila, Soekarno dengan jelas mempertentangkan antara Pancasila dan liberalisme. Hak perseorangan atau pribadi, merujuk pada Pancasila, dapat dikurangi demi kepentingan umum. Dalam Pidato 1 Juni 1945, Bung Karno menegaskan bahwa Pancasila adalah antitesis dari individualisme tertutup ala liberalisme. Pancasila bahkan bisa diringkas dalam satu frasa, yakni gotong royong, di mana semua orang mau menyingsingkan lengan baju agar kepentingan bersama terpenuhi. “Bahwa gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama,” tegas Bung Karno.

C.     Dampak Negatif Politik dagang sapi
Pertama: Menciptakan Pemimpin transaksional. Kepala negara model ini teramat doyan mengambil kebijakan-kebijakan berdasar transaksi-transaksi politik, baik itu transaksi dengan pemilik modal, kolega politik, maupun pihak-pihak lain. Alhasil implementasi kebijakan dari penguasa ini banyak yang tidak berpihak kepada rakyat. Seperti kebijakan liberalisasi migas, penjualan aset negara, dsb.
Kedua: Memunculkan pejabat yang tidak berintegritas. Banyak pejabat-pejabat yang sejatinya tidak layak menduduki jabatan tetapi terpilih karena didorong adanya politik transaksional. Hasilnya seperti terlihat dari evaluasi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) di tahun 2012, yang telah diserahkan kepada Presiden, banyak lembaga Kementrian yang kinerjanya mendapat raport merah. Terlepas adanya indikasi motif politik dari lembaga kepresidenan tersebut, namun secara kasat mata terlihat kinerja para menteri tidak memberikan perubahan yang signifikan bagi kesejahteraan dan kemajuan masyarakat.
Ketiga: Menjadikan lemahnya penegakan hukum. Governance World Bank (GWB) tahun 2011 sempat  membeberkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia. GWB menyoroti kinerja pemerintah dari beberapa kasus seperti penanganan Bank Century, Cicak-Buaya, mafia hukum seperti suap para hakim, Lumpur Lapindo yang disinyalir ada politik saling sandera, dsb. Ini juga merupakan efek dari adanya politik transaksional.
Keempat: Marak korupsi. Lemahnya penegakan hukum akibat politik transaksional tersebut menjadikan korupsi kian marak. Hari demi hari masyarakat selalu disuguhi pemberitaan korupsi para pejabat negeri ini. Sistem hukumnya sendiri yakni sistem kufur demokrasi juga sudah lemah dari lahirnya sehingga mustahil dapat mengatasi persoalan ini. Ketika kekuasaan dalam politik sekuler ini memerlukan kemampuan finansial yang mumpuni untuk membiayai transaksi-transaksi politik, implikasinya mereka akan terus berusaha untuk mencari balik modal.

D.    Upaya Pencegahan dan Penanganan Politik dagang sapi
Hari kelahiran Pancasila yang kita peringati awal Juni lalu menyisakan sekurang-kurangnya satu pertanyaan mendasar. Sudahkah nilai-nilai Pancasila dijadikan pijakan dan sumber moralitas politik dalam ikhtiar membangun politik berkeadaban di negeri ini?. Belakangan ini, seluruh perhatian dan energi politik bangsa ini nyaris tertuju pada praktik politik kotor dalam beragam bentuk kampanye hitam. Pada pemilu tahun lalu banyak politik yang menghalalkan segala cara, berikut menguatnya sikap intoleran, bahkan sudah mulai mengemuka sebelum pemilu legislatif digelar. Calon presiden Joko Widodo maupun Prabowo Subianto, sama-sama menjadi sasaran kampanye hitam, yang tak lain ditujukan untuk menyudutkan dan menjegal keduanya. Praksis politik yang makin menjauh dari keadaban politik, harus diakui, merupakan dampak dari krisis penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila. Sebagai pandangan hidup berbangsa, penghayatan atas Pancasila telah menurun drastis, baik di kalangan masyarakat maupun aparat pemerintah. Kondisi demikian menjadi kian parah karena sistem pendidikan kita tidak mengajarkan Pancasila dalam aktivitas dan kehidupan sehari-hari.
Upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya politik kotor diantaranya politik dagang sapi yaitu, dalam system pendidikan harus mengajarkan dan memperkenalkan Pancasila sebagai pandangan hidup, sehingga pelajar dan mahasiswa memahami apa dan bagaimana Pancasila diterapkan dalam kehidupan. Menerapkan kembali P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Sedangkan penanganan yang harus dilakukan jika politik dagang sapi sudah terjadi adalah dengan memberikan sanksi tegas dan terbuka bagi yang telah melakukan pelanggaran tersebut. Ada sebuah pepatah “lebih baik mencegah dari pada mengobati”. Oleh karena itu Warga Negara Indonesia harus benar-benar memahami isi dari kandungan pancasila, jangan hanya sekedar tau Pancasila. Dengan harapan dapat mengamalkan isi dari butir-butir pancasila sehingga meminimalisir terjadinya tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma. Dibawah ini merupakan isi dari butir-butir pancasila, resapi dan hayati isinya, dan rasakan betapa “dalam” isinya.


1.        Ketuhanan Yang Maha Esa
·         Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
·         Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
·         Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
·         Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
·         Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
·         Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
·         Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

2.        Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
·         Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
·         Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
·         Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
·         Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
·         Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
·         Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
·         Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
·         Berani membela kebenaran dan keadilan.
·         Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
·         Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3.        Persatuan Indonesia
·         Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
·         Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
·         Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
·         Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
·         Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
·         Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
·         Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4.        Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
·    Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
·        Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
·        Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
·        Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
·       Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
·      Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
·    Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
·         Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
·      Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
·  Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

5.        Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
·         Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
·         Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
·         Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
·         Menghormati hak orang lain.
·         Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
·         Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
·         Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
·         Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
·         Suka bekerja keras.
·         Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
·         Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.


BAB III
KESIMPULAN

Politik dagang sapi artinya politik yang (disusupi) jual-beli “kepentingan”. Sedangkan, deskripsi sederhananya ialah berupa perjanjian politik antar beberapa pihak dalam usaha menerima serta memperalat kekuasaan. Penyebab terjadinya politik dagang sapi diakibatkan oleh ketidakpuasan seseorang yang mempunyai kekuasaan dan mempunyai kesempatan untuk melakukan perbuatan tersebut. Dampak Negatif Politik dagang sapi tersebut antara lain menciptakan pemimpin transaksional, Memunculkan pejabat yang tidak berintegritas, Menjadikan lemahnya penegakan hukum, serta Maraknya korupsi.
Upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya politik kotor diantaranya politik dagang sapi yaitu, dalam sistem pendidikan harus mengajarkan dan memperkenalkan Pancasila sebagai pandangan hidup, sehingga pelajar dan mahasiswa memahami apa dan bagaimana Pancasila diterapkan dalam kehidupan. Menerapkan kembali P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Sedangkan penanganan yang harus dilakukan jika politik dagang sapi sudah terjadi adalah dengan memberikan sanksi tegas dan terbuka bagi yang telah melakukan pelanggaran tersebut. Ada sebuah pepatah “lebih baik mencegah daripada mengobati”. Oleh karena itu Warga Negara Indonesia harus benar-benar memahami isi dari kandungan pancasila, jangan hanya sekedar tau Pancasila. Dengan harapan dapat mengamalkan isi dari butir-butir pancasila sehingga meminimalisir terjadinya tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma


1 komentar:

  1. lalu bagaimana cara kita untuk meminimalisir terjadinya politik daging sapi untuk para generasi muda.. :-)

    BalasHapus